Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa yang tidak secara eksplisit diatur sebagai objek pajak sering kali menjadi sumber sengketa, seperti yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-001271.99/2024/PP/M.XVIA Tahun 2025. Putusan ini menyoroti sengketa PPN antara PT FWT, yang mengklaim jasanya sebagai "jasa keagamaan" yang tidak dikenai PPN, melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengkategorikannya sebagai "jasa biro perjalanan wisata" yang terutang PPN. Inti permasalahan terletak pada interpretasi dan implementasi Pasal 4A ayat (3) huruf f Undang-Undang PPN.
Dalam kasus ini, Penggugat (PT FWT) mendasarkan argumentasinya pada status legalnya sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang sah, sebagaimana diatur dalam peraturan terkait, termasuk UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta PMA 18/2015. Penggugat berargumen bahwa seluruh aktivitas yang berkaitan dengan penyelenggaraan umrah, menyediakan layanan (Akomodasi, Konsumsi, Transportasi dan Kesehatan) serta bimbingan bagi jemaah umrah. Di sisi lain, Tergugat, melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), menemukan bahwa Penggugat tidak berinteraksi langsung dengan jemaah, melainkan menjual layanannya kepada agen perjalanan lain. Berdasarkan temuan itu, DJP menganggap kegiatan PT FWT bukan merupakan jasa keagamaan, melainkan jasa biro perjalanan wisata yang termasuk objek PPN sesuai Pasal 4A ayat (3) huruf f Undang-Undang PPN serta PMK 75/2011 dan PMK 121/2015.
Majelis Hakim dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang tegas dan berpihak pada substansi transaksi. Meskipun Majelis mengakui status formal Penggugat sebagai PPIU, namun fakta di persidangan menunjukkan bahwa jasa yang diserahkan adalah kepada agen perjalanan, bukan langsung kepada jemaah. Majelis berpendapat bahwa sifat jasa yang diberikan oleh Penggugat adalah sebagai perantara (intermediary), bukan sebagai penyelenggara ibadah umrah yang melayani langsung. Konsekuensinya, jasa tersebut dianggap sebagai jasa biro perjalanan wisata yang terutang PPN. Putusan ini menggarisbawahi pentingnya melihat substansi ekonomi dari suatu transaksi, melebihi sekadar formalitas atau izin yang dimiliki.
Analisis Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak terkait sengketa ini tersedia di sini.